18 Desember 2007

10 Muharram Antara Sejarah Dan Keutamaannya

Oleh : Sofyan Effendi A

1. Sejarah Tahun Baru Islam
Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
“Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram” (QS. At Taubah: 36)
Kata Muharram artinya “dilarang”. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya.
Kemudian ketika Islam datang kemuliaan bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan tidak berperang.
Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut bulan Allah (Syahrullah). Beribadah pada bulan haram pahalanya dilipatgandakan dan bermaksiat di bulan ini dosanya dilipatgandakan pula.
Muharram adalah bulan pertama dalam hitungan kalender Islam, atau lebih terkenal dengan "tahun Hijriah". Berbeda dengan tahun Masehi yang dihitung berdasarkan perputaran Bumi terhadap Matahari, tahun Hijrian dihitung berdasarkan perputaran Bulan terhadap Bumi. Satu bulan terdiri atas 29 atau 30 hari, dan satu tahun terdiri atas 12 bulan.
Sesuai dengan namanya, Hijriyah yang berarti hijrah atau berpindah, hitungan "1" kalender Islam dimulai ketika Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Ini bertepatan pada hari Jumat 16 Juli 622 Masehi - Usia Rasul saat itu sekitar 53 tahun. Rasulullah hijrah sesuai dengan perintah Allah, yang salah satu analisisnya adalah menyelamatkan kaum muslimin dari siksaan kaum kafir di kota Makkah. Sebelumnya, sebagian besar kaum muslimin sudah hijrah terlebih dahulu dan tidak mendapatkan rintangan dari kaum kafir - kelak mereka disebut kaum Muhajirin, yaitu kaum yang hijrah. Di dalam rombongan itu tedapat Umar bin Khatab r.a., yang dengan lantang dan gagahnya berkata, "Ini Umar hendak hijrah, siapa yang ingin istrinya menjanda dan anaknya yatim karena ingin menghalangi Umar silakan maju!"
Penggunaan sistem perhitungan Islam belum dilakukan di masa Rasulullah SAW masih hidup. Juga tidak dilakukan di masa khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Secara singkat sejarah digunakannya sistem perhitungan tahun Islam bermula sejak kejadian di masa Umar bin Al-Khattab ra. Salah satu riwayat menyebutkan yaitu ketika khalifah mendapat surat balasan yang mengkritik bahwa suratnya terdahulu dikirim tanpa angka tahun. Beliau lalu bermusyawarah dengan para shahabat dan singkat kata, mereka pun berijma’ untuk menjadikan momentum tahun di mana terjadi peristiwa hijrah nabi sebagai awal mula perhitungan tahun dalam Islam.
Sedangkan sistem kalender qamariyah berdasarkan peredaran bulan konon sudah dikenal oleh bangsa Arab sejak lama. Demikian juga nama-nama bulannya serta jumlahnya yang 12 bulan dalam setahun. Bahkan mereka sudah menggunakan bulan Muharram sebagai bulan pertama dan Zulhijjah sebagai bulan ke-12 sebelum masa kenabian.
Sehingga yang dijadikan titik acuan hanyalah tahun dimana terjadi peristiwa hijrah Nabi SAW. Bukan bulan dimana peristiwa hijrahnya terjadi. Sebab menurut riwayat beliau dan Abu Bakar hijrah ke Madinah pada bulan Sya’ban, atau bulan Rabiul Awwal menurut pendapat yang lain, tapi yang pasti bukan di bulan Muharram. Namun bulan pertama dalam kalender Islam tetap bulan Muharram.
Penting untuk dicatat disini adalah pilihan para shahabat menjadikan peristiwa hijrah nabi sebagai titik tolak awal perhitungan kalender Islam. Mengapa bukan berdasarkan tahun kelahiran Nabi SAW? Mengapa bukan berdasarkan tahun beliau diangkat menjadi Nabi? Mengapa bukan berdasarkan tahun Al-Qur’an turun pertama kali? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya perang Badar? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya pembebasan kota Mekkah? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya haji Wada’ (perpisahan) dan mengapa bukan berdasarkan tahun meninggalnya Rasulullah SAW?
Jawabannya adalah karena peristiwa hijrah itu menjadi momentum di mana umat Islam secara resmi menjadi sebuah badan hukum yang berdaulat, diakui keberadaannya secara hukum international. Sejak peristiwa hijrah itulah umat Islam punya sistem undang-undang formal, punya pemerintahan resmi dan punya jati diri sebagai sebuah negara yang berdaulat. Sejak itu hukum Islam tegak dan legitimate, bukan aturan liar tanpa dasar hukum. Dan sejak itulah hukum qishash dan hudud seperti memotong tangan pencuri, merajam/mencambuk pezina, menyalib pembuat huru-hara dan sebagainya mulai berlaku. Dan sejak itulah umat Islam bisa duduk sejajar dengan negara/kerajaan lain dalam percaturan dunia international.

Keutamaan 10 Muharram
Bagi orang Syiah 10 Muharram adalah peristiwa yang tidak dapat mereka lupakan dan mereka menganggap sebagai hari agung yang wajib diperingati setiap tahunnya, tanggal 10 Muharram 61 H atau tanggal 10 Oktober 680 merupakan hari pertempuran Karbala yang terjadi di Karbala, Iraq sekarang. Pertempuran ini terjadi antara pasukan Bani Hasyim yang dipimpin oleh Husain bin Ali beranggotakan sekitar 70-an orang melawan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh Ibnu Ziyad, atas perintah Yazid bin Muawiyah, khalifah Umayyah saat itu.
Pada hari itu hampir semua pasukan Husain bin Ali, termasuk Husain-nya sendiri syahid terbunuh, kecuali pihak perempuan, serta anak Husain yang sakit bernama Ali bin Husain. Kemudian oleh Ibnu Ziyad mereka dibawa menghadap Khalifah di Damaskus, dan kemudian yang selamat dikembalikan ke Madinah.
Sebelum Islam datang, Hari Asyura sudah menjadi hari peringatan dimana beberapa orang Mekkah biasanya melakukan puasa. Ketika Nabi Muhammad melakukan hijrah ke Madinah, ia mengetahui bahwa Yahudi di daerah tersebut berpuasa pada hari Asyura - bisa jadi saat itu merupakan hari besar Yahudi Yom Kippur . Saat itu, Muhammad menyatakan bahwa Muslim dapat berpuasa pada hari-hari itu.
Asyura merupakan peringatan hal-hal di bawah ini dimana Muslim, khususnya Sunni percaya terjadi pada tanggal 10 Muharram.
· Bebasnya Nabi Nuh dan ummatnya dari banjir besar.
· Nabi Ibrahim selamat dari apinya Namrudz.
· Kesembuhan Nabi Yakub dari kebutaan dan ia dibawa bertemua dengan Nabi Yusuf pada hari asyura.
· Nabi Musa selamat dari pasukan Fir'aun
· Nabi Isa diangkat ke surga setelah usaha Roma untuk menangkap dan menyalibnya gagal.
Sahabat bertanya; Ya, Rasulullah, Allah telah melebihkan hari Assyuuraa' dari lain-lain hari. Jawab Rasulullah: Benar!.
· Allah telah menjadikan langit dan bumi pada hari Assyuuraa'.
· dan menjadikan Adam juga Hawa pada hari Assyuuraa';
· dan menjadikan Syurga serta memasukkan Adam di syurga pada hari Assyuuraa';
· dan Allah menyelamatkan dari api neraka pada hari Assyuuraa';
· dan menenggelamkan Fir'aun pada hari Assyuuraa';
· dan menyembuhkan bala Nabi Ayyub pada hari Assyuuraa'
· dan Allah memberi taubat kepada Adam pada hari Assyuuraa';
· dan diampunkan dosa Nabi Daud pada hari Assyuuraa';
· dan juga kembalinya kerajaan Nabi Sulaiman pada hari Assyuuraa';
· dan akan terjadi Qiyamat pada hari Assyuuraa'

Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Ikrimah berkata;
Hari Assyuuraa' ialah hari diterimanya taubatnya Nabi Adam. Dan hari itu pula hari turunnya Nabi Nuh dari perahunya. Maka ia berpuasa syukur; dan ia pula hari tenggelamnya Fir'aun dan terbelahnya laut bagi Nabi Musa a.s. dan Bani Israil. Maka mereka berpuasa; kerana itu jika dapat; engkau berpuasalah pada hari Assyuuraa'. Dinamakan Assyuuraa' kerana ia jatuh pada sepuluh bulan Muharram.
Ada lain pendapat yang mengatakan hari Assyuuraa' kerana Allah telah memuliakan pada Nabi-nabi dengan sepuluh kehormatan;
1. Allah telah menerima taubat Nabi Adam a.s.
2. Allah menaikkan darjat Nabi Idris a.s.
3. Hari berlabuhnya perahu Nabi Nuh a.s.
4. Nabi Ibrahim a.s dilahirkan pada hari Assyuuraa' dan diangkatkan sebagai kholilulLah juga diselamatkan dari api.
5. Allah menerima taubat Nabi Daud a.s.
6. Allah mengangkat Nabi Isa a.s. ke langit
7. Allah menyelamatkan Nabi Musa a.s.
8. Allah menenggelamkan Fir'aun
9. Allah mengeluarkan Nabi Yunus dari perut ikan
10. Allah mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman a.s.
Semua ini terjadi pada hari Assyuuraa' . Sebahagian lain berpendapat, dinamakan hari Assyuuraa' kerana ia kesepuluh dari kemulian-kemulian yang diberikan Allah pada umat ini.
Pada bulan ini juga tepatnya, tanggal 10 Muharram Allah menyelamatkan nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah SAW menetapkan puasa pada tanggal 10 Muharram sebagai kesyukuran atas pertolongan Allah SWT.
Masyarakat Jahiliyah sebelumnya juga berpuasa. Puasa Muharram tadinya hukumnya wajib, kemudian berubah jadi sunnah setelah turun kewajiban puasa Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda: “Dari Ibu Abbas ra, bahwa Nabi SAW, ketika datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu ‘Asyuraa (10 Muharram). Mereka berkata, “Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah SWT. Rasulullah SAW, berkata, “Saya lebih berhak mengikuti Musa as. Daripada mereka.” Maka beliau berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa”. (HR. Bukhari)
Dari Ibnu Abbas r.a. katanya, ketika Nabi s.a.w. tiba di Madinah, Baginda melihat orang yahudi berpuasa pada hari asyura. Nabi pun bertanya, "Hari apa ini ?". Jawab mereka, "Hari ini ialah hari yang baik. Pada hari ini Allah melepaskan Bani Israil dari musuh mereka, kerana itu Nabi Musa
berpuasa kerananya". Sabda Nabi, "Aku lebih berhak daripada kamu dengan Musa". Oleh itu Nabi berpuasa dan menyuruh orang lain berpuasa pada hari asyura.(Sahih Bukhari)
Rasulullah s.a.w. bersabda; "Berpuasa kamu pada hari ke sembilan dan sepuluh Muharam dan jangan meniru cara orang-orang Yahudi." - Riwayat Al Baihaqi
Selain keutamaan demi keutamaan yang telah disebutkan di atas, mungkin disebagian masyarakat lazim dan mengenal istilah bulannya yatim, yaitu menyelenggarakan sebuah acara dimana mereka memberikan santunan kepada para anak yatim di hari yang telah ditentukan dalam setiap tahun baru muharram, yaitu antara 9 dan 10 Muharram setiap tahunnya. Ada kesan lain yang patut disoroti dari perayaan tahun baru anak yatim diwajibkannya untuk memuliakan anak yatim, menanggung kehidupannya, menyayanginya, dan segala amal kebaikan yang menyenangi anak Yatim maka ia akan mendapatkan ganjaran seperti dalam hadist sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imam Bukhari dari jalan Abu Hurairah, dimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “ Orang yang menanggung anak yatim baik anak yatim itu ada hubungan famili maupun tidak, maka saya dan orang yang menanggungnya seperti dua jari ini di dalam surga.”, Malik bin Anas perawi hadist itu mengatakan, Rasulullah memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah. Terhadap anak yatim pula kita sebagai muslim dilarang menghardiknya (QS. Adh Dhuha (93) : 9), dan dalil-dalil lainnya yang memiliki kaitannya dengan muamalah terhadap anak yatim.
Abul-Laits Asssamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas r.a berkata: Nabi SAW. bersabda; “Barangsiapa yang berpuasa pada hari Assyuuraa' yakni 10 Muharram, maka Allah akan memberikan kepadanya pahala 10,000 malaikat; dan barangsiapa yang puasa pada hari Assyuuraa', maka akan diberikan pahala 10, 000 orang Haji dan Umrah, dan 10, 000 orang mati syahid; dan siapa yang mengusap kepala anak yatim pada hari Assyuuraa', maka Allah akan menaikkan dengan rambut satu darjat. Dan barangsiapa yang memberi buka puasa orang mukmin yang berpuasa pada hari Assyuuraa', maka seoleh-oleh memberi buka puasa semua umat Muhammad SAW. dan mengenyangkan perut mereka”.
Tentu kita tidak akan melewatkan kesempatan demi kesempatan yang diberikan oleh Allah untuk mencari kebaikan sebanyak-banyaknya dari bulan Muharram ini, termasuk memuliakan anak yatim sebagai wujud kepedulian sosial kita kepada anak yatim, dan tentu hendaknya bukan hanya pada bulan Muharram saja kita peduli pada mereka, dibulan-bulan berikutnya selayaknya kita tetap menyantuni anak-anak yang tak mampu, karena apalah artinya kita mengagung-agungkan bulan Muharram sebagai bulan yatim tapi ketika Muharram habis, kita tidak memperdulikan dan bersikap acuh serta seolah-oleh tutup telinga terhadap mereka.

KECIL-KECIL HAFAL AL-QURAN

Judul buku: Mukjizat Abad 20: Doktor Cilik Hafal dan Paham Al Quran

Jika Anda seorang muslim, pada usia berapa Anda belajar membaca Al Quran, dan berapa juz yang Anda hafal? Umumnya anak-anak muslim di Indonesia mulai belajar mengaji pada usia sekolah dasar. Dulu, orang tua memanggil ustadz/ustadzah ke rumah untuk mengajar anak-anaknya mengaji. Namun kini, seiring maraknya Taman Pendidikan Al Quran (TPA) dan ditemukannya metode belajar cepat baca Al Quran, orang tua memasukkan anak-anaknya ke TPA untuk belajar membaca dan menulis Al Quran. Hasilnya, anak-anak muslim saat ini sudah banyak yang melek huruf Al Quran dan hafal juz amma (juz 30), yang terdiri dari surah-surah pendek yang mudah dihafal. Tapi tak banyak produk TPA yang menjadi hafiz (penghafal Al Quran), karena TPA tidak didesain untuk mencetak hafiz, dan program menjadi hafiz biasanya ditangani pesantren-pesantren Al Quran.

Buku ini menceritakan kisah seorang anak Iran bernama Sayyid Muhammad Husein Tabataba'i, yang mulai belajar Al Quran pada usia 2 tahun, dan berhasil hafal 30 juz dalam usia 5 tahun! Pada usia sebelia itu dia tidak hanya mampu menghafal seluruh isi Al Quran, tapi juga mampu menerjemahkan arti setiap ayat ke dalam bahasa ibunya (Persia), memahami makna ayat-ayat tersebut, dan bisa menggunakan ayat-ayat itu dalam percakapan sehari-hari.

Bahkan dia mampu mengetahui dengan pasti di halaman berapa letak suatu ayat, dan di baris ke berapa, di kiri atau di sebelah kanan halaman Al Quran. Dia mampu secara berurutan menyebutkan ayat-ayat pertama dari setiap halaman Al Quran, atau menyebutkan ayat-ayat dalam satu halaman secara terbalik, mulai dari ayat terakhir ke ayat pertama (hal 18).

Yang lebih mengagumkan lagi, di usia 7 tahun Husein berhasil meraih gelar doktor honoris causa dari Hijaz College Islamic University, Inggris, pada Februari 1998. Saat itu, Husein menjalani ujian selama 210 menit, dalam dua kali pertemuan. Ujian yang harus dilaluinya meliputi lima bidang. Yakni, menghafal Al Quran dan menerjemahkannya ke dalam bahasa ibu, menerangkan topik ayat Al Quran, menafsirkan dan menerangkan ayat Al Quran dengan menggunakan ayat lainnya, bercakap-cakap dengan menggunakan ayat-ayat Al Quran, dan metode menerangkan makna Al Quran dengan metode isyarat tangan.

Setelah ujian selesai, tim penguji memberitahukan bahwa nilai yang berhasil diraih bocah itu adalah 93. Menurut standar yang ditetapkan Hijaz College, peraih nilai 60-70 akan diberi sertifikat diploma, 70-80 sarjana kehormatan, 80-90 magister kehormatan, dan di atas 90 doktor kehormatan (honoris causa). Pada 19 Februari 1998, bocah Iran tersebut menerima ijazah doktor honoris causa dalam bidang Science of The Retention of The Holy Quran (hal 12-14).

Selama di Inggris, Husein juga diundang dalam berbagai majelis yang diadakan komunitas muslim setempat. Umumnya hadirin ingin menguji kemampuan bocah ajaib tersebut. Uniknya, Husein menjawab semua pertanyaan dengan mengutip ayat Al Quran. Contohnya, dalam satu forum seseorang bertanya, "Bagaimana pendapatmu tentang budaya Barat?" Husein menjawab, "(Mereka) menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya." (QS 19:59).

Penanya lain bertanya, "Apa yang dilakukan Imam Khomeini terhadap Iran?" Husein menjelaskan, "(Dia) membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka." (QS 7:15). Maksudnya, pada masa pemerintahan monarki, rakyat Iran terbelenggu dan tertindas. Lalu Imam Khomeini memimpin revolusi untuk membebaskan rakyat dari belenggu dan penindasan. (hal 19)

Membaca buku ini jangan hanya terpukau pada kemampuan ajaib seorang Sayyid Muhammad Husein Tabataba'i, yang oleh orang Iran dijuluki sebagai "mukjizat abad 20". Namun yang terpenting adalah mengetahui proses pendidikan Al Quran yang dia jalani sehingga bisa menguasai isi kitab suci dalam usia yang masih belia.

Untuk kasus Husein, proses pendidikan Al Quran telah dimulai sejak dia masih dalam kandungan. Orang tua Husein menikah ketika mereka masing-masing berusia 17 tahun, dan setelah menikah keduanya bersama-sama berusaha menghafal Al Quran. Tekad itu akhirnya tercapai enam tahun kemudian, ketika mereka berhasil menghafal 30 juz Al Quran. Dalam proses menghafal itu, keduanya membentuk kelompok khusus penghafalan Al Quran. Dalam kelompok itu, secara teratur dan terprogram, orang tua Husein dan rekan-rekannya yang juga berkeinginan untuk menghafal Al Quran, bersama-sama mengulang hafalan, mengevaluasi dan menambah hafalan. Orang tua Husein juga mendirikan kelas-kelas pelajaran Al Quran yang diikuti oleh para pencinta Al Quran.

Seiring dengan kegiatan belajar dan mengajar Al Quran orang tuanya, Husein dan saudara-saudaranya tumbuh besar. Husein sejak kecil selalu diajak ibunya untuk menghadiri kelas-kelas Al Quran. Meskipun di kelas-kelas itu Husein hanya duduk mendengarkan, namun ternyata dia menyerap isi pelajaran. Pada usia 2 tahun 4 bulan, Husein sudah menghafal juz ke-30 (juz amma) secara otodidak, hasil dari rutinitasnya dalam mengikuti aktivitas ibunya yang menjadi penghafal dan pengajar Al Quran, serta aktivitas kakak-kakaknya dalam mengulang-ulang hafalan mereka. Melihat bakat istimewa Husein, ayahnya, Sayyid Muhammad Mahdi Tabataba'i, pun secara serius mengajarkan hafalan Al Quran juz ke-29.

Setelah Husein berhasil menghafal juz ke-29, dia mulai diajari hafalan juz pertama oleh ayahnya. Awalnya, sang ayah menggunakan metode biasa, yakni membacakan ayat-ayat yang harus dihafal, biasanya setengah halaman dalam sehari dan setiap pekan. Namun ayahnya menyadari bahwa metode seperti itu memiliki dua persoalan. Pertama, ketidakmampuan Husein membaca Al Quran membuatnya sangat tergantung kepada ayahnya dalam mengulang-ulang ayat-ayat yang sudah dihafal.

Kedua, metode penghafalan Al Quran secara konvensional ini sangat ‘kering' dan tidak cocok bagi psikologis anak usia balita. Selain itu, Husein tidak bisa memahami dengan baik makna ayat-ayat yang dihafalnya karena banyak konsep-konsep yang abstrak, yang sulit dipahami anak balita.

Untuk menyelesaikan persoalan pertama, Husein mulai diajari membaca Al Quran , agar dia bisa mengecek sendiri hafalannya. Untuk menyelesaikan persoalan kedua, ayah Husein menciptakan metode sendiri untuk mengajarkan makna ayat-ayat Al Quran, yaitu dengan menggunakan isyarat tangan. Misalnya, kata Allah, tangan menunjuk ke atas, kata yuhibbu (mencintai) , tangan seperti memeluk sesuatu, dan kata sulh (berdamai), dua tangan saling berpegangan.

Ayah Husein biasanya akan menceritakan makna suatu ayat secara keseluruhan dengan bahasa sederhana kepada Husein. Kemudian dia akan mengucapkan ayat itu sambil melakukan gerakan-gerakan tangan yang mengisyaratkan makna ayat.

Metode ini sedemikian berpengaruhnya pada kemajuan Husein dalam menguasai ayat-ayat Al Quran sehingga dengan mudah dia mampu menerjemahkan ayat-ayat itu ke dalam bahasa Persia dan mampu menggunakan ayat-ayat itu dalam percakapan sehari-hari (hal 21-26).

Pembaca juga perlu menyimak pengakuan Sayyid Muhammad Mahdi Tabataba'i, yang menampik pendapat yang mengatakan anaknya istimewa. Menurut Mahdi, Husein memiliki kemampuan di atas rata-rata, dan setiap anak bisa saja dididik untuk memiliki kemampuan seperti Husein. Namun, tentu saja, prakondisi dan kondisinya haruslah lengkap. Misalnya, sejak sebelum masa kehamilan, kedua orang tua Husein sudah mulai menghafal Al Quran. Selama masa kehamilan dan menyusui, ibunda Husein juga teratur membacakan ayat-ayat suci untuk putranya. Dan sejak kecil Husein sudah dibesarkan dalam lingkungan yang cinta Al Quran.

Ayahanda Husein juga berpesan, bila orang tua menginginkan anaknya jadi pencinta Al Quran dan penghafal Al Quran, langkah pertama yang harus dilakukan adalah orang tua terlebih dahulu juga mencintai Al Quran dan rajin membacanya di rumah. Husein sejak matanya bisa menatap dunia telah melihat Al Quran, mendengarkan bacaan Al Quran, dan akhirnya menjadi akrab dengan Al Quran (hal 38-40).

Bila ditinjau dari usia Husein saat ini yang sudah menginjak 16 tahun, buku ini terbilang terlambat diterbitkan. Harusnya diterbitkan 9 tahun lalu, saat Husein berusia 7 tahun dan meraih doktor honoris causa dari Hijaz College Islamic University.

Sekalipun tokoh yang ditulis sudah bukan anak-anak lagi, namun buku ini tetap menarik untuk dibaca, khususnya bagi keluarga muslim yang mendambakan generasi qurani, yang mencintai Al Quran dan hidup sesuai tuntunan Al Quran.

Membaca buku ini bisa menambah motivasi keluarga muslim untuk makin mencintai Al Quran. Bukan hanya orang tua, anak-anak pun perlu membacanya karena teladan Husein bisa memotivasi mereka makin giat belajar Al Quran. Syukur-syukur bisa menjadi hafiz cilik seperti Sayyid Muhammad Husein Tabataba'i.

Bagi para remaja, perlu disimak pesan Husein tentang cara pandang seorang remaja terhadap Al Quran. Menurut dia, pandangan seorang remaja terhadap Al Quran haruslah seperti pandangan terhadap minyak wangi. Ketika kita keluar rumah, tentu kita selalu ingin wangi dan menggunakan minyak wangi. Kita juga harus berusaha mengharumkan jiwa dengan membaca dan menghayati Al Quran. Seorang remaja, kata Husein, harus menyimpan Al Quran di dadanya supaya sedikit demi sedikit perilaku dan pembicaraannya dipengaruhi oleh Al Quran.

Judul buku: Mukjizat Abad 20: Doktor Cilik Hafal dan Paham Al Quran

Penulis : Dina Y Sulaeman

Penerbit: Pustaka IIMaN, Mei 2007

Tebal: 220 halaman

08 Desember 2007

KETIKA HARUS MEMILIH

Hidup itu penuh dengan pilihan. Kalimat itu sudah banyak kita temui dari berbagai sumber dan dalam berbagai cerita-cerita dalam hidup ini. Berbagai contoh yang telah disodorkan untuk memperkuat pemahaman atas kalimat tersebut. Mulai dari contoh-contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari ataupun contoh yang lebih compleks dan memerlukan analisa mendalam untuk memberikan keputusan dalam memilih.

Sudah banyak yang membenarkan teori tentang “hidup penuh dengan pilihan dan kita harus memilih”, dan bahkan derivasi dari teori tersebut semakin berkembang dan mendalam.Namun yang menjadi ganjalan saya saat ini adalah konklusi dari teori-teori itu adalah munculnya kata harus dan wajib memilih dalam kehidupan ini.

“Cinta menghilangkan segala rasa sakit”(KH. Rahmat Abdullah) Kalau cinta sudah melekat semua terasa nikmat!, begitulah cinta yang tumbuh merekah. Bunga-bunga bermekaran. Kupu-kupu berterbangan. Hati berbunga-bunga. Jiwa menggelora. Semua rasa sakit hilang musnah. Semua kesulitan terasa mudah. Kelelahan menjadi anugrah.

Kekuatan Cinta
“ Barang siapa yang mengintip pahala karena keikhlasanya, niscaya menjadi ringanlah semua tugas yang berat ini” (Ibnul Jauzi Rahimahumullah) Subhanallah begitu indahnya cinta, dalan rasanbya ia menghunjam dada. Dasyat energinya, mampu megubah dan menggubah segala yang sederhana menjadi luar biasa. Mengubah pernikahan berbuah syurga. Menikah dengan bidadari berkulit menyala.tak pernak dijamah apalagi di rabah. Mereka menunggu “pengantin lelaki” syuhada sejati. Kitakah salah satunya? Wallahu a’lam

Biar tak kebablasan berbicara cinta mari kita lihat apa kata ahlinya. Menurut Abul Faraji Ibnul Qoyyim Rahimahullah, faktor yang mendorong dan meyebabkan tumbunya rasa cinta adalah:

  1. Sifat-sifat yang dimiliki orang yang dicintai dan pesona kieindahanya.
  2. Perasaan orang yang mencintai terhadap orang yang di cintai
  3. Keserasian yang meliputi keselarasan dan kesesuaian antara orang yang mencintai dengan orang yang di cintai.

Bila ketiga hal ini menguat dan sempurna, cinta pun kuat dan megakar. Dasyat. Bila pudar, lemah, maka musibah pun segera menerpa. Gagal. Kecewa. Gundah.
Apa relepansi cinta dalam kemenangan hidup kita? Rasulullah menggariskan bahwa kita belum mencapai derajat iman dan kecintaan yang sempurna, sebelum mampu segala sesuatu bagi orang lain sebagai mana kita mencintai buat diri kita sendiri. Ekspresi cinta pada orang lain sejatinya kebutuhan dan kemanfaatan buat diri sendiri yang mencintai. Inti cinta apa manfaat yang di dapat. Pada apapun kita mencintai, dari situlah manfaat digali. “Katakanlah: (Jika kamu(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan megampuni dosa-dosamu) Allah maha pengampun lagi maha penyayang “ QS. Ali Imran 31)

Mencintai Allah, mengikuti Nabi, akan dibalas kecintaan dan dihapus dosa yang di lakukan. Enak bukan? Jadi cinta itu aslinya pamrih ingin dapat balasan. Iya kan?. Kita kinta bekerja agar dapat gaji atau bayaran yang lumayan. Cinta pasangan agar dibalas dan dilayani dengan kesetiaan. Cinta profesi agar lebih berprestasi. Cinta keluarga agar bahagia. Cinta ibadah agar raih syurga karena itulah kita perlu mengarahkan cinta ini agar menjadi “Modal” kemenangan kita. Wallahu a’lam (Way To Win)

03 Desember 2007

ENTE LEPAS ANE TERIAK

Ada seorang Arab nakal. Mendengar akhir-akhir inipara pencopet merajalela di bis-bis dan metromini,timbul ide kreatif untuk mengerjainpencopet-pencopet tersebut. Dia pergi ke terminalPulogadung untuk naik bis jurusan Cengkareng, si Arab sengaja pakai celana yang tidak punya kantongbelakang dan kantong sampingnya sengaja diabolongin, dan khusus hari ini tanpa celana dalam.
Belum lama bis berangkat dari Pulogadung, seorangcopet mendekati si Arab, kelihatan ada sesuatuyang berharga di kantong samping si Arab. Begitu
ada kesempatan bagus, si pencopet memasukkantangannya ke kantong samping si Arab, eh ....anunya si Arab kepegang.
Dengan santai si Arab menoleh ke si pencopet danberkata: “Ente lepas ..... Ane teriak”. Terpaksa si pencopet melakukan tugas baru sampai keterminal Cengkareng.

27 November 2007

Belajar dari kesalahan

Setiap orang pasti pernah merasa salah, setiap manusia memang sudah digariskan untuk bersentuhan dengan kesalahan dan kekhilafan, "al insan makanu khata' wannisyan" artinya manusia itu tempat atau lahannya melakukan kesalahan, bagaimanapun seseorang tersebut tidak ada yang bersih dari noda dan dosa, nabi sekalipun tidak ada yang tidak pernah malakukan kesalahan, mulai dari nenek moyang kita Adam sekalipun tidak bisa menghindari dirinya dari kesalahan yang menyebabkan Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga, nabi Musa contohnya pernah memukul seseorang yang menyebabkan orang tersebut terbunuh, nabi Isa pernah ditegur oleh Allah akan sikap dan angapan orang Israel yang menuhankan Isa, bahkan Nabiyallah Muhammad sekalipun pernah mendapat teguran keras dari Allah ketika Beliau tidak menghiraukan pertanyaan Abdullah bin Ummi Maktum den lebih mementingkan kedatangan tokohj yahudi pada waktu itu yang kisah ini diabadikan dalam al-Quran dalam surah Abasa watalla, sehingga Muhammad merasa malu ketika saat bertemu muka dengan Ibnu Ummu Maktum
Seluruh contoh diatas tadi dapat menjadi refleksi bagi diri kita bahwa bagaimanapun seseorang tersebut mau tak mau akan selalu dan terus bersentuhan dengan kesalahan dan kekeliruan oleh karenanya kalau mau bersih dari kesalahan dan tidak mau keliru ya tidak usah jadi manusia alias jadi malaikat saja, karena dunianya para malaikat adalah dunia yang tidak akan bersentuhan dengan kesalahan karena memang malaikat diciptakan untuk tunduk patuh terhadap Allah taala.
Yang jadi masalah sekarang adalah, sejauh mana kita menyikapi setiap kesalahan dan kekeliruan yang telah kita lakukan dan setiap kesalahan yang telah dilakukan oleh orang lain, akankah kita larut dalam kesalahan yang serupa dan terus melanjutkan kesalahan yang kita perbuat tersebut, atau kita introspeksi diri akab kekhilafan dan kesalahan tadi.
Orang yang bijak adalah orang yang belajar banyak dari kesalahan yang pernah dilakukan dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk tidak jatuh kedalam lubang kesalahan yang sama, penulis pribadi sering malahan terjatuh dalam satu kesalahan yang sama, tetapi ketika penulis terjatuh dan terjerembab lagi kedalam kesalahan tersebut penulis sangat menyadari akan kelemahan diri manusia serta keingkaran manusia terhadap tuhannya, "rabbighfirlana zunubana".
Seorang penemu selalu memulai hasil temuannya dengan kesalahan, bahkan semua orang pintar sekalipun selalu terbentur dengan berbagai kesalahan dan kekeliruan, adalah sangat naif sekali ketika kita berbuat salah lantas tidak mau belajar dari kesalahan yang ada bahkan meneruskan kesalahan demi kesalahan yang telah dibuat, dan sangat celaka sekali kesalahan yang orang lain perbuat tidak bisa kita maafkan dan kita tidak bisa menempatkan kesalahan orang lain tersebut pada tempat yang proposional.
Allah Swt yang maha segala-galanya, yang kasih sayangnya tidak terhingga, masih memafkan dan menerima permintaan ampun dari nabi Adam as yang nyata-nyata telah melanggar larangan Allah dengan memakam buah Khuldi, Rosululah Saw, yang sangat mulia mampu mwemberikan maafnya kepada seorang Quraisy yang nyata-nyata tiap hari meludahi beliau ketika hendak berjalan ke mesjid dan memaafkan orang yang terang-terang mhendak membunuh beliau, konon lagi kita manusia yang tidak punya daya dan upaya, yang kitapun tidak bisa lepas dari kesalahan dan kekhilafan, apa yang membuat kita untuk tidak mampu untuk membukakan pintu maaf dan memaklumi kekhilafan orang lain, alangkah sombong dan angkuhnya kita.
Sebuah kesalahan yang disadari bahwa itu salah tidaklah akan membuat seseorang menjadi terhina, akan tetapi yang akan membuat seseorang terhina bila kesalahan yang ada diulangi dan selalu betah dengan kesalahan yang sedang diperbuat.
orang yang baik dan sukses adalah bukan orang yang tidak pernah salah, tapi orang yang mampu sadar akan kesalahannya dan mengambil pelajaran dari kesalahan yang telah dikerjakan kemudian berusaha untuk tidak jatuh kedalam lubang kesalahan yang serupa, kalaupun masih tetap jatuh juga ia berusaha untuk segera keluar dari kesalahan dan kekeliruan yang ia perbuat.
Salah satu terapi kesalahan yagn bisa kita lakukan adalah : Berusahalah untuk bersikap terbuka terhada orang lain, cari teman baik yang bisa menasehati ketika berada dalam kesalahan, berusahalah menerima setiap nasehat dan kritikan dari orang lain, curhat dan sarring dengan orang lain merupakan cara terbaik untuk bisa melangkah ke pada hal yang lebih baik, minta nasehatlah dan wejanganlah dari tokoh-tokoh karismatik yang ada disekeliling anda, serta introspeksi/muhasabah nafsi setiap saat, jangan menganggap diri sudah cukup dan tidak butuh yang lain, buku merupakan guru yang terbaik dalam proses penyadaran diri dari kesalahan.(Sekian)

25 November 2007

Jangan Melangkah Setengah hati

Oleh : Sofyan el-Minangy
“Penulis adalah pemerhati Furum Ukhuwah mahasiswa sumatera”

”Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkAllah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”

Namanya Abu Qais. Berasal dari bani Waqif, sebuah ksmpung di Madinah. Ia bahkan kepala suku itu. Tidak ada yang istimewa dari Abu Qais, juga bani Waqif, kecuali justru ialah satu-satunya kabilah yang menolak Islam, ketika mush’ab bin Umair mengubah Yatsrib menjadi kampong Muslim yan terang benderang. Ketika kemudian tidak ada rumah pun kecuali di dalamnya ada muslim dan muslimah.
Bila Abu Qais tak kunjung menerima Islam, itu bukan karena ia tak mengerti. Abu Qais tidak saja kepala suku yang pintar, ia juga penyair ulung, tokoh yang disegani, dan penganut ‘agama hanifiyyah’ sebuah keyakinan kepada ‘keaslian kemanusiaan’ yang lurus. Keyakinan itu pula bahkan, yang menjadikannya menolah menjadi Yahudi atau Nashrani. Tetapi itu pula yang membuatnya tak segera menerima Islam. Di dalam dirinya ada kebimbangan, juga kehendak yang setengah hati untuk menerima Islam. Baginya, menjadi orang hanifiyyah dirasa sudah cukup.
Hari semakin berlalu, ketika kota Makkah ditaklukkan kaum muslimin, Abu Qais masih bersikap setengah hati untuk mau menerima Islam. Sampai akhirnya, ia berjanji akan masuk Islam tahun depan, tetapi sayang..!!, satu bulan kemudian ia meninggal, menemui ajal yang tak pernah ia sangka kapan datangnya.
Kisah ini menggambarkan akan bahaya dari sikap setengah hari, betapa tidak..?, adakah bencana yang lebih besar dari mati dalam status tidak sebagai orang muslim..?, adakah bencana yang lebih mengerikan dari menolak ajaran Islam yang sudah dipelupuk mata…?
Sebuah keputusan adalah nasib. Ia mengambil perannya pada wilayah ikhtiar kemanusiaan kita. Kita menetapkan dan karenanya kita meniti kemantapan itu. Kita berbuat, dan karenanya kira akan menuai hasil. Kita menanam dan oleh karenanya kita akan memetiknya.
Pada sebahagian besar keputusan kita, ada implikasi yang sangat serius. Implikasi bahagia atau sengsara, pahit atau manis, bahkan, surga atau neraka. Itulah implikasi nasib kita. Terlebih keputusan yang berhubungan dengan puncak segala urusan : Iman kepada kebenaran Islam, Sesuatu yang akan menjadi bekal utama seorang untuk menghadap pencipta seluruh alam.
Karenannya, hidup tidak memberi ruang yang istimewa bagi segala keputusan setengah hati. Tidak saja karena ia bisa mengundang bencana, tetapi waktu yang berlalu tidak mungkin diputar kembali ke belakang, sebuah keputusan masa lalu yang kini menjadi hitam-putih nasib kita, tak akan bisa memutar ulang versi revisinya.
Bisa dibayangkan nasib beratus-ratus nyawa manusia yang bergantung pada seorang pilot yang bila ragu dan setengah hati dalam mengambil keputusan ketika situasi genting, sebuah keputusan bisa berarti kehidupan atau kematian walau kekecewaan menjadi pilihan yang pasti didapatkan.
Sebuah kesempatan untuk kita mengubah diri kadang tidak datang dua kali, Karenanya keputusan setengah hati pada momentum yang sangat istimewa-seperti dalam contoh Abu Qais-itu adalah perjudian dengan kerugian yang sudah pasti. Adalah mengadu nasib dengan kekalahan sudah pasti, tidak saja karena kesempatan tidak selalu datang berulang, juga karena keputusan itu berpacu dengan kematian yang bisa datang kapan saja.
Bunda Teressia pernah berkata kepada muridnya “Jika engkau hendak memulai suatu pekerjaan maka hadapi pekerjaan itu dengan dengan sepenuh hati atau tidak sama sekali”, bahkan ketika kita gagal berencana untuk masa depan kita, sudah sangat bisa dipastikan kita sedang merecanakan untuk gagal.
Dalam sebuah organisasi terkecil-Fumas-sekalipun sikap setengah hati sangat berbahaya dan bisa menghancurkan organisasi tersebut, konon lagi di sebuahnegara yang besar, karena ketika dibutuhkan ketegasan dalam mengambil sikap maka ketika itu juga sedang dipertaruhkan kelanjutan dari eksistensi organisasi tersebut.
Seorang pemimpin yang bertanggung jawab dan bijaksana ia akan menjalankan apa yang dipimpinnya dengan sepenuh hati dan bertanggung jawab, karena setiap kepemimpinan pada akhirnya akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya selama ini, okelah ia bisa selamat dari vonis dunia, tapi apakah ia bisa melepaskan diri dari hukuman Allah di akhirat nanti.
Alangkah sangat berbahayanya jika para ulama mazhab yang empat meraka setengah hati dan ragu dalam memfatwakan suatu hukum yang berkaitan dengan kemashlahatan umatnya, oleh karenanya sebuah keputusan yang mereka buat tidak pernah mereka lakukan dengan keraguan dan setengah hati, karena mereka berkeyakinan ketika sebuah fatwa dikeluarkan maka ketika itu salah dan benar merupakan sebuah resiko, jika mereka benar maka sepuluh kebaikan akan mereka terima tetapi jikan mereka salah mereka akan mendapatkan satu kebaikan dari kesalahannya. Di sinilah kebulatan hati sangat dibutuhkan hatta dalam masalah terkecil sekalipun.
Sebuah keputusan adalah nasib. Tidak saja dalam sebuah pengetian ideology, tapi juga untuk banyak urusan hidup duniawi. Setiap kita punya titian hidup yang berbeda. Punya kesempatan emas yang berbeda. Tetapi segalanya bertumpu pada satu hal: keputusan sepenuh hati untuk bertindak, dengan keyakinan yang benar, pada waktu yang tepat dan dengan perhitungan yang cermat. Ini memang tidak mudah. Tetapi, untuk kepentingan apapun tidak ada waktu dan tempat untuk sebuah keputusan setengan hati. Kita harus mencoba karena tidak ada pilihan selain itu.
Bulatkan hati, kuatkan tekat ketika telah melangkah, karena sebuah cita-cita bergantung pada niat yang kuat ”Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakk Allah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”