21 Desember 2009

Mawar Untuk Ibu

Seorang pria berhenti di toko bunga untuk memesan seikat karangan bunga yang akan dipaketkan pada sang ibu yang tinggal sejauh 250 km darinya. Begitu keluar dari mobilnya, ia melihat seorang gadis kecil berdiri di trotoar jalan sambil menangis tersedu-sedu. Pria itu menanyainya kenapa dan dijawab oleh gadis kecil, “Saya ingin membeli setangkai bunga mawar merah untuk ibu saya. Tapi saya cuma punya uang lima ratus saja, sedangkan harga mawar itu seribu.”

Pria itu tersenyum dan berkata, “Ayo ikut, aku akan membelikanmu bunga yang kau mau.” Kemudian ia membelikan gadis kecil itu setangkai mawar merah, sekaligus memesankan karangan bunga untuk dikirimkan ke ibunya.

Ketika selesai dan hendak pulang, ia menawarkan diri untuk mengantar gadis kecil itu pulang ke rumah. Gadis kecil itu melonjak gembira, katanya, “Ya tentu saja. Maukah anda mengantarkan ke tempat ibu saya?”

Kemudian mereka berdua menuju ke tempat yang ditunjukkan gadis kecil itu, yaitu pemakaman umum, dimana lalu gadis kecil itu meletakkan bunganya pada sebuah kuburan yang masih basah.

Melihat hal ini, hati pria itu menjadi trenyuh dan teringat sesuatu. Bergegas, ia kembali menuju ke toko bunga tadi dan membatalkan kirimannya. Ia mengambil karangan bunga yang dipesannya dan mengendarai sendiri kendaraannya sejauh 250 km menuju rumah ibunya.

(diadaptasi dari: Rose for Mama – C.W. McCall)

18 November 2009

Kabilah Arab dan Ragam Dialek

Kabilah Arab Dan Ragam Dialek



Makalah



Disusun Untuk Memenuhi Tugas Dalam Mata Kuliah Ilmu Qiraat

Dosen Pembimbing Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad,MA


Oleh :


Sofyan Effendi, S.Th.I



KONSENTRASI ULUMUL QURAN DAN HADIS

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT ILMU AL-QURAN JAKARTA

1430 H/ 2009M




Bab I

Pendahuluan

Berbicara seputar bahasa al-Quran tentunya tidak bisa terlepas dari peran bahasa arab sebagai satu-satunya bahasa resmi al-Quran, Bahasa Arab memang sebuah bahasa yang istimewa. Sehingga Allah SWT berkenan berbicara kepada umat manusia dengan bahasa Arab lewat Al-Quran Al-Karim. Padahal Al-Quran itu bukan hanya ditujukan kepada bangsa Arab saja, melainkan untuk seluruh umat manusia sepanjang zaman.

Allah SWT bukan tidak tahu bahwa manusia itu memiliki ribuan jenis bahasa yang saling berbeda. Namun Dia telah menetapkan bahwa hanya ada satu bahasa yang digunakannya untuk memberik petunjuk buat milyaran umat manusia, yaitu bahasa Arab.

Sebelum diutusnya nabi Muhammad SAW, memang Allah SWT berbicara kepada umat manusia dengan menggunakan bahwa masing-masing. Dan Allah SWT mengutus para nabi dari keturunan masing-masing bangsa dan bahasa itu. Sebagaimana firman-Nya:

وَمَآأَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ اللهُ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِي مَن يَشَآءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

"Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana."( (QS Ibrahim:4)

Bahkan al-Quran yang diturunkan dalam bahasa arab bukan hanya diturunkan dalam satu versi bacaan, akan tetapi Allah menurunkan al-Quran melalui malaikat Jibril dengan berbagai versi bacaan sesuai dengan Qabilah arab yang ada di tanah arab, hal ini terekam dalam hadis rasul:

أن بن عباس حدثه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قاَلَ أَقْرَأَنِي جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ عَلىَ حَرْفٍ فَرَاجَعْتُهُ فَلَمْ أَزَلُ أَسْتَزِيْدُهُ فَيَزِيْدُنِي حَتَّى إِنْتَهَى إِلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ, قَالَ بْنُ شِهَابِ بَلَغَنِي أَنَّ تِلْكَ السَّبْعَةَ الأَحْرُفَ إِنَّمَاهِيَ فِي اْلأَمْرِ الَّذِي َيكُوْنُ وَاحِدًا لاَ يَخْتَلِفُ فِي حَلاَلٍ وَلاَ حَرَامٍ (رواه مسلم)

Bahwa ibnu Abbas menceritakan bahwa rasulullah pernah berkata "Jibril as membacakan al-Quran kepadaku dengan satu macam bacaan, kemudian aku mengulanginya. (Setelah itu) senantiasa aku meminta tambah dan iapun menambahiku sampai dengan tujuh huruf, "Ibnu Syihab mengatakan: Telah sampai berita padaku bahwa tujuh huruf itu untuk perkara yang satu yang tidak diselisihkan halal haramnya".( HR. Muslim)[1]

Ada beberapa hadis lagi yang menjelaskan tentang al-Quran diturunkan dalam tujuh huruf, diantaranya hadis tentang Umar ibn Khattab dan Hisyam bin Hakim, kemudian hadis Ubay ibn Ka’ab. Akan tetapi dari beberapa hadis yang disebutkan di atas, tidak terdapat nas sarih yang menjelaskan maksud dari sab’ah ah{ruf. Sehingga menjadi hal yang lumrah kalau para ulama’, berdasarkan ijtihadnya masing-masing berbeda pendapat dalam menafsirkan pengertiannya.

Sebahagian berpendapat bahwa yang dimaksud dengan saba’ah al-ahruf itu bukan hanya terbatas pada tujuh varian bacaan, akan tetapi pengungkapan “tujuh” menjelaskan pada banyaknya varian bacaan al-Quran yang diturunkan pada masa al-Quran diturunkan, karena dalam tradisi, bilangan terbanyak adalah tujuh. Kalau mereka melipatgandakan bilangan sampai tak terhingga, mereka mengatakan fi sab’ina marrah (tujuh puluh kali lipat—Red), padahal maksudnya lebih dari itu.[2]

Yang belakang hari ragam bacaan tersebut oleh seorang ulama pada abad ke-4 H, seorang ulama Baghdad, Abu Bakar Ahmad atau yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Mujahid, menyusun sebuah kitab yang disebut dengan nama Kitab Sab'ah. Akibatnya, Ibnu Mujahid dikecam dan dituduh telah membuat kerancuan bagi orang banyak terhadap bacaan Alquran, termasuk pengertian tujuh kata (sab'atu ahruf). Salah seorang pengkritiknya adalah Abu Al-Abbas ibn Amar yang pada awal abad ke-5 H tersohor sebagai Imam Muqri.

Ibnu Mujahid melakukan terobosan dengan mengumpulkan tujuh jenis qiraat yang mempunyai sanad bersambung kepada sahabat Rasulullah SAW terkemuka. Ketujuh bacaan itu disandarkan pada Abdullah bin Katsir al-Dariy (Makkah), Nafi' bin Abd al-Rahman ibn Abu Nu'aim (Madinah), Abdullah al-Yashibiyn atau Abu Amir al-Dimasyqi (Syam), Zabban ibn al-Ala bin Ammar atau Abu Amr (Bashrah), Ibnu Ishaq al-Hadrami atau Ya'qub (Bashrah), Ibnu Habib al-Zayyat atau Hamzah (Kufah), dan Ibnu Abi al-Najud al-Asadly atau Ashim (Kufah).

Sebahagian pendapat yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam di dalam al-Qur’an. Namun, mereka berbeda pendapat dalam menentukan macam dan uslub pengungkapannya. Diantara mereka ada yang manyatakan bahwa bagian yang dimaksud adalah: Amr, Nah, Halal, Haram, Muhkan, Mutashabih dan “Amal. Sementara itu, ulama’ lainnya mengatakan: Wa’ad, Wa’id, Halal, Haram, Mawaid, Amsal, dan Ihtijaj. Pendapat lainnya mengatakan: Muhkam, Mutashabih, Nasikh, Mansukh, Khusus, Umum dan Qashas. [3]

Sebahagian yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan sab’ah ah{ruf adalah tujuh bahasa bagi kalangan kabilah-kabilah Arab dalam pengertian yang sama yaitu sebahagiannya diturunkan dengan bahasa Quraisy, sebahagian yang lain dengan bahasa Hidzail, tamim, Hawazan, Azd, Rabi’ah, sa’ad bin Bakr.[4]

Terlepas dari perbedaan pendapat oleh beberapa golongan tersebut yang patut dijadikan kajian adalah bahwa keberadaan kabilah-kabilah arab pada masa periode turunnya al-Quran sangat mempengaruhi proses turunnya al-Quran, oleh karenanya makalah ini akan membahas secara global keberadaan kabilah-kabilah arab di jazirah arab dan perbedaab lahjah atau dialek masing-masing kabilah tersebut.



Bab II

PEMBAHASAN

A. Tingkatan Penamaan Nasab Bangsa Arab

Sebelum kita membahas kabilah-kabilah apa saja yang mendiami jazirah arab pada zam dahulu, ada baiknya sedikit dibahas system hirarki bangsa arab, berikut struktur hirarki bangsa arab yang ada sejak zaman pra kedatangan Islam:

1) Al-Sya’ab (Suku Besar)[5] adalah hubungan kekerabatan terjauh, artinya induk dari kabilah-kabilah yang dibangsakan kepadanya, seperti : suku besar “Adnan”, disebut sebagai al-Sya’ab karena dari Adnan ini lahir kabilah-kabilah arab.

2) Al-Qabilah (Kabilah) adalah bagian dari Al-Sya’ab, karena di dalamnya berkumpul beberapa keturunan dan menamankan diri masing-masing dengan nama kabilahnya tersendiri seperti Mudhar dan Rabi’ah.

3) Al-‘Imarah (Suku) adalah bagian dari kabilah, seperti suku Quraisy adalah imarah dari kabilah Mudhar,

4) Al-Batn (Marga) adalah bagian dari kabilah.

5) Al-Fakhz (Anak marga) adalah bagian dari al-bathn.

6) Dan yang terakhir al-Fashilah adalah bagian terkecil dari al-Fakhz.[6]

B. Kabilah-Kabilah Arab

Untuk memahami sab’atu ahruf, kita harus memahami latar belakang kondisi masyarakat Arab yang terbagi dalam kabilah-kabilah. Masyarakat Arab adalah masyarakat yang dulunya nomaden. Mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mencari sumber-sumber kehidupan.

Secara garis besar kabilah-kabilah arab terbagi menjadi dua kabilah besar yaitu mendiami perkotaan (hadlari) dan suku-suku yang berdiam di daeraha pedesaan (badawi).

Adapun kabilah-kabilah arab badawi menempati Jazirah Arab sebelah timur, seperti Ubail, Thaif, sampai ke Najed, sekarang Riyadh. Sedangkan kabilah-kabilah arab Hadlari mendiami daerah seperti Hijaz, Makkah, Madinah, Syam dan sekitarnya.[7]

Berikut ini peta besar daerah daratan jazirah arab sehingga bisa diketahui masing-masing tanah kediaman kabilah arab secara geografi :


Sedangkan kabilah arab jika dilihat dari gari keturunannya maka kabilah arab dapat digolongkan kepada dua Sya’ab besar yaitu Qahthani dan ‘Adnani dan berikut pembagian kabilah:

1) Adnan

Di dahulukan Sya’ab Adnan ini karena kenabian berasal langsung dari kabilah besar ini, adalah keturunan langsung dari Ismail alaihisalam darinnya lahir dua kabilah besar Mudhar dan Rabi’ah, dari kedua kabilah inilah menetaskan kabilah-kabilah kecil yang lain yaitu dari kabilah Mudhar melahirlan kabilah:

a) Kinanah , kabilah ini menempati daerah Makkah sebahagian kecilnya berdia di Mesir, dari kabilah Kinanah inilah berasalnya suku Banu (suku) Quraisy dan Banu (Suku) Hisyam.

b) Huzail, dari kabilah ini menetaskankan suku Lihyaan yang berkuasa di sebelah utara Hijaz, sedangkan suku Lihyan sendiri sebenarnya berdiam antara Jeddah dan Makkah Mukarromah

c) Tamiim, kabilah Tamim berdiam di daerah Najed kemudian tersebar sampai ke Bashrah dan Yamamah bahkan ada yang berdiam di Bahrain.

d) Qais ibn ‘Ailani, Qais sendiri menempati daerah yang dekat dengan Madinah, dari kabilah Qais ini muncul beberapa kabilah kecil yaitu : pertama Hawazan yang berdiam di daerah Najed yang kemudian juga melahirkan suku kecil Sa’ad Ibn Bakr dan tsaqif ibn Munabbah, kedua Kabilah Sulaim yang bermukim di dataran tinggi Najed dekat dengan Khaibar, yang ketiga kabilah Ghathfan yang tersebar di daerah Hunain sampai utara kota Madinah, sedangkan yang terakhir adalah kabilah ’adwan yang berdiam di Thaif.

Sedangkan kabilah Rabi’ah adalah kabilah besar yang memiliki bagian-bagian kecil yang jumlahnya tidak sedikit diantaranya Asad ibn Rabi’ah yang melahirkan kabilah kecil Jadilah, ‘Anzah, dan Umairah yang mendiami wilayah utara jazirah arab antara Syam, Hams sampai ke Baghdad, kemudian kabilah Rabi’ah juga melahirkan kabilah kecil Waail yang mendiami daerah Yamamah.[8]

2) Qahthani

Sya’ab Qahthani kabilah pertama dari bangsa arab, mereka adalah kabilah yang paling menjaga adat istiadat bangsa arab kuno mereka berasal dari Yaman, sebahagian dari kabilah-kabilah yang terlahir dari Qahthani adalah :

a) Himyar dari kabilah himyar ini lahir pula kabilah-kabilah kecil yaitu Fadha’ah yang bermukim di antara Syam dan Hijaj,

b) Kahlan yang melahirkan beberapa kabilah kecil, yang tujuh kabilah paling masyhur diantaranya adalah pertama al-azd mempunyai suku kecil Khazaah yang berdiam di wilayah Makkah, kemudian suku Aus dan Khazraj yang berdiam di Yatsrib, kemudian lagi suku ‘Ak yang bertempat di kot-kota Yaman, kedua kabilah Thaii mereka mendiami daerah Yaman, Mudzahaj mendiami daerah Najran, Hamdan mendiami daerah Yaman sebelah Timur, Kindah, Marad, dan Anmar.[9]

C. Lahjah Kabilah-kabilah Arab

Lughah atau dalam artian bahasa Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran).[10]

Sedangkan Lahjah atau sering diartikan dengan dialek, langgam bahasa, aksen, atau logat adalah variasi bahasa yang berbeda menurut pemakai bahasa dari suatu daerah tertentu, kelompok sosial tertentu atau dalam kurun waktu tertentu.[11]

Bahasa Arab telah melalui sejarah formatif dan perkembangan yang panjang. Masyarakat Arab pra Islam terdiri dari beberapa kabilah dan memiliki sejumlah ragam dialek bahasa xcyang berbeda-beda.

Secara umum Suku-suku badawi menempati Jazirah Arab sebelah timur, Dialek mereka cenderung kuat, menggunakan penekanan atau syiddah dalam berkata-kata. Dalam pengucap an hamzah, misalnya, harus jelas. Huruf hamzah pada pengucapan kata a-andzartahum atau al ardlu benar-benar terucapkan. Di sisi lain, mereka suka mempersingkat kata-kata. Misalnya, ya’lamuma, mereka singkat menjadi ya’lamma. Kata fihi hudan menjadi fiihudan.

Suku-suku perkotaan atau hadlari menempati wilayah barat, seperti yang tingkat pertemuan orang-orang perkotaan dengan masyarakat luar yang begitu intens membiasakan mereka berbicara lambat dan tidak keras. Oleh karena itu, cara pelafalan huruf hamzah, misalnya, cenderung dilemahkan. Misalnya a’andzartahum menjadi aandzartahum, kata yu’minuun menjadi yuuminun.[12]

Sedangkan lahjat/aksen bahasa tiap kabilah memiliki fenomena ragam dialek yang umumnya dipengaruhi oleh kebiasaan artikulasi bunyi yang dapat diuraikan secara sederhana, yang lebih sederhananya dapat kita ketahui nama ragam yang masyhur sebagai berikut :

1) Lahjah al-Kisykisyah

Lahjah al-Kisykisyah adalah bentuk perubahan kaf khithb muannats dalam waqaf menjadi syin, misalnya kata بِكِ biki’ dibaca بِكَشْ bikasy’, dan kata عَلَيْكِalaiki dibaca عَلَيْكَشْ ’alaikasy’. Lahjah semacam ini hanya digunakan pada saat waqaf. Selain itu, ada juga yang menggunakan pada saat washal dengan cara tidak menyebutkan kaf khithab dan mengkasrahkannya ketika washal dan mensukunkannya pada saat waqaf. Misalnya, kata عَلَيْكِ ‘’alaiki’ dibaca عَلَيْشِ ‘’alaisyi’ ketika washal, dan dibaca عَلَيْشْ ‘’alaisy’ ketika waqaf. Penggunaan lahjah semacam ini hanya ditemukan pada kabilah Rabi’ah dan kabilah Mudhor.[13]

2) Lahjah al-Kaskasah

Lahjah al-Kaskasah adalah perubahan kaf khithab mudzakkar menjadi sin. Misalnya, kata عَلَيْكَ ’alaika’ dibaca عَلَيْكَس’alaikas’; kata منكminka’ dibaca منكسminkas’. Istilah al-kaskasah merupakan wujud perubahan bacaan kaf khitab menjadi sin. Penggunaan lahjah ini, hanya ditemukan pada kabilah Rabi’ah dan kabilah Mudhor.[14]

3) Lahjah al-‘An’anah

Lahjah al-‘An’anah adalah perubahan hamzah yang terletak diawal kata menjadi ‘ain. Misalnya, kata أسلمaslama’ yang berarti masuk Islam, berubah menjadi عسلم ‘’aslama’ dengan makna yang sama; kata أكل ‘akala’ yang berarti makan, berubah menjadi عكل ‘’akal’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Tamim, bahasa Qays, Asad, dan Mesir.[15]

4) Lahjah al-fahfahah

Lahjah al-fahfahah adalah perubahan ha menjadi ‘ain. Misalnya, kata تحتهtahtahahu’ yang berarti menggerakkan, berubah menjadi تعتعهta’ta’ahu’ dengan makna yang sama; kata حارسةHarisah’ yang berarti penjaga, berubah menjadi عارسة Arisah’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Huzail.[16]

5) Lahjah al-Wakm

Lahjah al-Wakm adalah perubahan harakah kaf menjadi kasrah apabila didahului huruf ya atau harakah kasrah. Misalnya, kata عليكُم ’alaikum berubah menjadi عليكِم’alaikim’ dengan makna yang sama; kata ‘bikum’ berubah menjadi ‘bikim’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Rabi’ah dan bahasa Qalb.

6) Lahjah al-Wahm

Lahjah al-Wahm adalah perubahan harakah ha menjadi kasrah apabila tidak didahului huruf ya atau harakah kasrah. Misalnya, kata عنهُم ’anhum berubah menjadi عنهِم ’anhim’ dengan makna yang sama; kata مِنْهُمْ ‘minhum’ berubah menjadi مِنْهِمْminhim’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Rabi’ah dan bahasa Qalb.

7) Lahjah al-‘Aj’ajah

Lahjah al-‘Aj’ajah adalah perubahan ya musyaddadah (bertasydid) yang terletak diakhir kata menjadi jim. Misalnya, kata تميمى ‘tamimy’ (double huruf ya) yang berarti orang yang berasal dari suku Tamim, berubah menjadi تميميجtamimij’ dengan makna yang sama. Contoh lain adalah kata مكاسرىMakassary’ yang berarti orang berasal dan bersuku Makassar, berubah menjadi مكاسرجMakassarij’ dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini, menurut al-Suyuti hanya ditemukan pada bahasa Qadh’ah.[17]

8) Lahjah al-Istintha’

Lahjah al-Istintha’ adalah perubahan ‘ain sukun yang terletak ditengah-tengah kata menjadi nun. Misalnya, kata أعطى a’tha yang berarti memberi, berubah menjadi أنطى antha dengan makna yang sama. Contoh lain adalah kata أعلى a’la yang berarti lebih tinggi, berubah menjadi أنلى _ad dengan makna yang sama. Contoh lain pada : (إِناَ أَعْطَيْناَكَ الكَوْثَر) menjadi (إِناَ أَ نْطَيْناَكَ الكَوْثَر)Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Saad bin Bakar, Huzail, Urdz, Qays, dan al-Anshari.[18]

9) Lahjah al-Watm

Lahjah al-Watm adalah perubahan huruf sin yang terletak diakhir kata menjadi ta. Misalnya, kata الناس al-Nas yang berarti manusia, berubah bentuk menjadi النات al-Nat dengan makna yang sama. Contoh lain adalah kata الحماس al-hamas yang berarti kelompok pejuang atau pahlawan, berubah bentuk menjadi الحمات al-hamat dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Yaman.[19]

10) Lahjah al-Syansyanah

Lahjah al-Syansanah adalah perubahan huruf kaf yang terletak diakhir kata menjadi syin. Misalnya, kata لبيك labbaika yang berarti aku memenuhi panggilanmu, berubah bentuk menjadi لبيش labbaisya dengan makna yang sama. Contoh lain adalah kata رايتك raaituka yang berarti aku telah melihatmu, berubah bentuk menjadi رأيتش raaitusya dengan makna yang sama. Penggunaan lahjah ini hanya ditemukan pada bahasa Yaman.

11) Lahjah al-Lakhlakhaniyah

Lahjah al-Lakhlakhniyah merupakan salah satu bentuk dialek Arab yang ditemukan atau dinisbahkan dalam bahasa Arab suku Syahr dan Oman. Dalam dialek ini mereka membuang hamzah pada alif dalam hal penulisannya, misalnya ما شا ma syaa (mim-alif Syin-alif), sedangkan yang mereka maksudkan شاء ما ma syaa (mim-alif Syin-alif + Hamzah).

12) Lahjah al-Tadhajju’

Lahjah al-Tadhajju’, merupakan masdar “Tadhajju’ fi al-Amri” yang artinya menunda-nunda dan tidak mengerjakan sesuatu. Penamaan ini ditujukan kepada kabilah qays .

13) Lahjah al-Ruttah

Lahjah al-Ruttah, adalah tergesa-gesa dan cepat dalam bercakap. Penamaan ini dinisbahkan kepada penduduk Iraq

14) Lahjah al-Thamthamaniyah

Lahjah al-Thamthamaniyah, adalah perubahan lam ta’rif menjadi mim. Penamaan ini dinisbahkan kepada kabilah Thayi’, Azd, dan kepada kabilah Humair di Selatan Jazirah Arab. Sebagai contoh riwayat an-Namir ibn Tub bahwasanya Rasulullah SAW berbicara dengan bahasa ini dalam haditsnya : ليس من امبر امصيام فى امسفر maksudnya adalah ليس من البر الصيام فى السفر. Lahjah al-Thumthumniyah merupakan salah satu bentuk lahjah Arab yang ditemukan dalam bahasa Himyar. Mereka membaca al- yang melekat pada isim atau kata benda dalam bahasa Indonesia menjadi am-, misalnya dalam kalimat طاب أمهواء thaba amhawa. Padahal yang mereka maksud adalah الهواء طاب thaba al-haw.[20]

15) Lahjah al-Gamgamah

Lahjah al-Gamgamah, yaitu mendengar suara tetapi tidak jelas potongan-potongan hurufnya. Ibn Ya’isy berkata ghamghamah adalah percakapan yang tidak jelas, seperti suara para pendekar dalam peperangan. Penamaan ini dinisbahkan kepada kabilah Qadha’ah.

16) Lahjah al-Tiltilah

Lahjah al-Tiltilah, adalah perubahan harakat harf mudhri’ah menjadi kasrah. Penamaan ini dinisbahkan kepada kabilah Bahra’, Contohnya أنا اِعْلَمْ, نحن نِعَلَمْ (di baca I’lamu dan Ni’lamu). Abu Amru yang dikutip dari Kamus Lisan al-Arab mengatakan bahwa _ad an nun mudhari dibaca kasrah dalam bahasa Qays Tamim, Asad, Rabi’ah dan umumnya bangsa Arab. Sedangkan bagi orang Hijaz tetap membaca fathah.[21]

D. Contoh-Contoh Dialek Kabilah Arab dalam al-Quran

Dalam lahajât al-Arab Fi Al-Quran Al-Karim, Abdul Nasir Jabri menggolongkan perbedaan dialek kabilah arab dari sudut pandang yang berbeda, salah satu diantaranya bila dilihat dari segi bunyi atau Shautiyah, maka perbedaan tersebut dapat mencakup pada :

- Takhfifi Hamzah : bagi orang arab huruf hamzah tergolong pada huruf yang sulit untuk diucapkan karena huruf hamzah memiliki sifat Jahr dan syiddah, adapun kebiasaan orang arab hadhari adalah melemahkan huruf hamzah mereka adalah kabilah yang tinggal di daerah utara dan barat jarizah arab yaitu penduduk Hijaz, Huzail, Makkah dan Madinah. Sedangkan kabilah Badawi lebih cenderung menjelaskan suara huruf hamzah, mereka adalah orang-orang yang bermukin di daerah pertengahan jazirah arab dan daerah bagian timur seperti penduduk Tamim. Adapun cara pelafazan hamzah tersebut ada dengan An-Naql seperti contoh : (قَدْ أَفْلَحَ ) menjadi (قَدَ فْلَحَ), ibdal hamzah seperti contoh : (يُؤْمِنُ) menjadi (يُومِنُ)tashiil hamzah seperti contoh : (فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمآءِ هَؤُلآءِ إِنْ كُنْتُمْ صَاَدقِيْنَ).[22]

- Al-Fath dan Imalah : kabilah yang sering memakai Fath adalah penduduk yang berdiam di sebelah barat jazirah arab yaitu penduduk Hijaz dari kabilah Quraisy, Tsaqif, Hawazan, Kinanah, sedangkan yang memakai Imalah adalah yang berdiam di tengah dan timur jazirah arab mereka adalah kabilah Tamin, Qais, Asad, Thaii, Abu Bakr ibn Wail. Contoh: الضُّحيَ, زَكَي .

- Idhhar wa idgham : kabilah yang sering mengidghamkan dialek mereka adalah Tamim, Thayyi, Asad, Abu Bakr ibn Wail, Taghlb, Qais, sedangkan yang idhhar tersebar di kalangan penduduk barat jazirah arab seperti Quraisy, Tsaqif, Kinanah, Anshar, Huzail, contoh dalam al-Quran: مَنَاسِكَكُمْ , يَعْلَمُ ماَ بَيْنَ. [23]

E. Keistimewaan Lahjah Quraisy

Sebahagian pendapat mengatakan, dalam al-Quran ditemukan setidaknya lima puluh lahjah, seperti Huzail, Tamim,Jurhum, Midzhaj,Khatz’am, Qais, Aylan, Balharist bin Ka’ab, Kindah, Lakhm, Judzam, thayyi, Al-Aus dan Khazraj.

Dari sekian banyak lahjah kabilah arab, adalah lahjah Quraisy sangat mendominasi bahasa al-Quran, setidaknya ada beberapa keistimewaan yang melatarbelakangi dominasi penurunan bahasa al-Quran dengan lahjah Quraisy diantaranya :

1) Dialek Quraisy adalah dialek yang paling fasih, dominan dan mudah dipahami oleh berbagai kabilah diseluruh jazirah arab, bahkan dialek Quraisy sudah menjadi lingua frangca (Bahasa perdagangan) di tanah arab sebagaimana bahasa melayu yang menjadi bahasa pembentuk dari bahasa Indonesia.

2) Makkah sebagai tempat tinggal kabilah Quraisy juga ikut mempengaruhi latar belakang dari pemilihan lahjah Quraisy tersebut, karena Makkah merupakan pusat seluruh kegiatan, dari mulai perdagangan,ibadah haji, perpolitikan, ekonomi, agama dan lain sebagainya.

3) Letak bermukim orang-orang Quraisy yang secara geografis berjauhan dengan negara-negara bangsa non arab dari segala penjuru.

4) Ditambah lagi bahwa Muhammad berasal dari kalangan Quraisy.[24]

Demikianlah beberapa keistimewaan dari lahjah Quraisy, bahkan ketika penulisan al-Quran pada masa Utsman bin Affan panitia penulisan al-Quran pada masa itu menjadikan standar lahjah Quraisy jika terdapat perbedaan pendapat tentang bacaan al-Quran.



BAB II

Kesimpulan dan Penutup

Dari uraian makalah ini dapat diambil kesimpulan bahasa lahjah kabilah-kabilah bangsa arab pada masa turunnya al-Quran sangat menjadi perhatian rasul ketika Jibril menurunkan bacaan al-Quran hanya dengan satu varian bacaan,lantas nabi keberatan karena banyaknya kabilah-kabilah arab yang tidak memiliki kesamaan bahasa dari segi lahjah.

Kabilah-kabilah arab inilah yang menjadikan dibelakang hari timbulnya inisiatif dari ibnu Mujahid untuk mengumpulkan varian bacaan tadi dengan membuat qaidah qiraat tujuh dengan menyeleksi dengan ketat setiap periwayatan yang beliau dapatkan agar varian-varian bacaan yang ada tidak hilang begitu saja.

Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memperkaya khazanah Qiraat al-Quran yang harus dijaga dan dipertahankan orisinalnya.



Referensi

Jabri, Abdullah Abdul-Nasir, Lahajat al-Arab fi Al-Quran al-Karim,(Libanon:Dar al-Kotobal-Ilmiyah, 2007)

Munawwir,Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya:Pustaka Progessif, 1997)

Muslim Ibn Hujjaj, Imam Abu Husain, Shohih Muslim, (Kairo:Daar el-Ibn Haitsim,2001)

Shalih,al-, Subhi, Mabahits Fi Ulumil-Quran, alih bahasa oleh Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 2001) Cet. Ke-8

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 2002)

Zarkasyi,al-, Badruddin Muhammad ibn Abdullah, al-Burhan Fi Ulum al-Quran,(Beirut:Daar el-Fikr, 2001)

Bahasa Arab Fusha dan Amiyah serta Problematikanya, Majalah Bahasa dan Seni, tahun 33, No. 2, Agustus 2005

Ragam Bacaan Al-Qur’an: Kearifan Nabi bagi Umatnya, Harian Republika tanggal 28 Juni 2009

http://wismasastra.wordpress.com/2009/05/25/apa-bahasa-itu-sepuluh-pengertian-bahasa-menurut-para-ahli/

http://www.republika.co.id/berita/59139/Dr H Ahsin Sakho Muhammad, Ragam Bacaan Alquran Simbol Kearifan Nabi, diakses pada tanggal 18 Oktober 2009


[1] Imam Abu Husain Muslim Ibn Hujjaj, Shohih Muslim, (Kairo:Daar el-Ibn Haitsim,2001), Hadis No 819, hal 193

[2] http://www.republika.co.id/berita/59139/Dr H Ahsin Sakho Muhammad, Ragam Bacaan Alquran Simbol Kearifan Nabi, diakses pada tanggal 18 Oktober 2009

[3] Badruddin Muhammad ibn Abdullah al-Zarkasyi, al-Burhan Fi Ulum al-Quran,(Beirut:Daar el-Fikr, 2001), Juz 1Hal. 275.

[4] Subhi as-shalih, Mabahits Fi Ulumil-Quran, alih bahasa oleh Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 2001) Cet. Ke-8, hal. 124

[5] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya:Pustaka Progessif, 1997) hal. 723

[6] Abdullah Abdul-Nasir Jabri, Lahajat al-Arab fi Al-Quran al-Karim,(Libanon:Dar al-Kotobal-Ilmiyah, 2007), hal. 32

[7] Ragam Bacaan Al-Qur’an: Kearifan Nabi bagi Umatnya, Harian Republika tanggal 28 Juni 2009

[8] Abdullah Abdul-Nasir, Lahajat al-Arab, hal. 33-43

[9] Abdullah Abdul-Nasir, Lahajat al-Arab, hal. 43-51

[10] http://wismasastra.wordpress.com/2009/05/25/apa-bahasa-itu -sepuluh-pengertian-bahasa-menurut-para-ahli/

[11] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 2002), edisi ke-3, hal. 261

[12] Ragam Bacaan Al-Qur’an: Kearifan Nabi bagi Umatnya, Harian Republika tanggal 28 Juni 2009

[13] Abdullah Abdul-Nasir, Lahajat al-Arab, hal. 56

[14] Abdullah Abdul-Nasir, Lahajat al-Arab, hal. 58

[15] Abdullah Abdul-Nasir, Lahajat al-Arab, hal. 54

[17] Abdullah Abdul-Nasir, Lahajat al-Arab, hal. 60

[18] Abdullah Abdul-Nasir, Lahajat al-Arab, hal. 58

[19] al-Zarkasyi, al-Burhan, Juz 1, Hal. 279

[20] Abdullah Abdul-Nasir, Lahajat al-Arab, hal. 61

[21] Abdullah Abdul-Nasir, Lahajat al-Arab, hal. 66

[22] Abdullah Abdul-Nasir, Lahajat al-Arab, hal. 117-122

[23] Abdullah Abdul-Nasir, Lahajat al-Arab, hal. 128-130

[24] Bahasa Arab Fusha dan Amiyah serta Problematikanya, Majalah Bahasa dan Seni, tahun 33, No. 2, Agustus 2005